Seseorang bercerita
betapa kecewanya beliau pada sebuah lembaga leasing yang debt
kolektornya mendatangi rumah beliau dan mengancam istrinya karena beliau telat
membayar cicilan mobil kreditannya. Istrinya sampai ketakutan dan trauma atas
perlakuan kasar debt kolektor. Seorang ibu nangis-nangis minta bantuan ke
tetangganya agar bisa membantunya melunasi hutangnya yang terus menumpuk pada
bank keliling. Saya sendiri merasa kesal dan terganggu karena HP berdering
terus ditelponin perusahaan yang
bergerak di bidang penjualan barang elektonik system kredit. Padahal yang
membeli HP secara kredit itu kakak saya, bukan saya. Tapi begitu kakak saya
menunggak, mengapa saya yang menjadi sasaran.
Sejuta cerita
kekecewaan orang pada lembaga kredit. Tapi, apakah lembaga kredit itu berkurang
jumlahnya. Jawabannya tidak. Lembaga perkreditan malah makin bertambah. Mereka punya
marketer-marketer handal untuk menjaring customer. Dan masyarakat kelas
menengah ke bawah membutuhkan lembaga kredit tersebut. Bagi masyarakat kelas
menengah ke bawah, tentu akan sulit untuk memiliki barang-barang secara jika
harus dibeli secara cash. Dengan penghasilan yang pas-pasan. Kehadiran lembaga
kredit seperti sudah hukum alam membantu mereka memiliki barang-barang dengan
cara menyicil.
Mahasiswa yang baru
lulus dan mulai bekerja membutuhkan lembaga financing untuk membeli
motor baru. Fresh graduate biasaya gajinya masih kecil. Mereka
membutuhkan motor untuk menghemat biaya transportasi. Bagaimana caranya dengan
gaji kecil tapi bisa memiliki motor, ya dengan membeli secara kredit. Lain lagi
dengan keluarga-keluarga muda yang sudah memiliki 3 anak. Tidak mungkin mereka
berpergian menggunakan motor. Sudah tidak muat dan membahayakan mereka. Mereka
memerlukan mobil. Dimana dengan membeli mobil secara kredit. mereka juga bisa
gunakan mobil itu untuk mencari penghasilan tambahan, yaitu dengan menjadi driver
taxi online. Oleh karenanya masyarakat masih membutuhkan Astra Credit Companies, Federal
International Finance, Toyota Astra Finance, Surya Artha Nusantara Finance, dan
Komatsu Astra Finance,
Memang pada masyarakat
Indonesia kini muncul fenomena hijrah masyarakat semakin religius. Mereka
bersikap hati-hati terhadap hutang dan tidak mau terlibat riba. Lalu apakah itu
akan membuat bisnis financial akan gulung tikar. Jawabannya tidak. Justru di
sinilah tantangannya. Bagaimana lembaga
financial harus memasukan nilai-nilai atau hukum-hukum yang diatur oleh agama
dalam hal jual beli kredit. Dalam agama saya, kebetulan saya beragama Islam.
Jual beli secara kredit itu dibolehkan dan tidak haram asal ketentuannya
diperhatikan. Seperti dalam perjanjiannya mengandung nilai keadilan dan
keridhooan/kerelaan dari customer. Bisa lah financial astra service
memformulasikan itu tanpa harus melabelkan lembaga finansial dengan embel-embel
Syariah. Masyarakat juga tahu, perbedaan harga jual barang yang dibeli cash dan
kredit dikarenakan ada time value of money. Wajar kalua harga barang kredit
menjadi lebih mahal.
Saya rasa meskipun
ekonomi dalam keadaan sulit, Astra akan terus berkembang. Apalagi, selain yang
saya sebutkan di atas. Astra Financial Service memiliki lini usaha lainya, yaitu; Banking; PermataBank, GeneraI Insurance; Asuransi
Astra, Life Insurance; Astra Life, Venture capital; Astra Ventura, Financial
technology company; Astra Welab Digital Artha and Pension fund; Dana
Pensiun Astra. Dapat saya bayangkan dari lingkaran perusahaan Astra sendiri
saja, Astra Financial Service akan dapat bertahan. Apalagi jika mereka bisa
mengambil nasabah dari luar lingkaran mereka.
Apasih tantangan terbesar penyedia jasa keuangan di Indonesia. Cuma satu
jawabannya, yaitu kredit macet. Mungkin kemarin-kemarin sulit untuk menangani
kredit macet. Tapi tidak dengan sekarang. Dengan masyarakat yagn semakin
religious mereka lebih bertanggung jawab terhadap hutang. Karena mereka percaya
hutang yang tidak dilunasi akan menjadi beban mereka di akhirat kelak.
Saya merukpan pelaku kredit macet. Di tahun kedua memiliki kartu kredit
saya terkena dampak PHK. Masa-masa sulit itu benar-benar berat. Saya hanya
punya penghasilan yang cukup untuk makan saja. Saya tidak bisa mencicil hutang
kartu kredit. Email tagihan selalu dating. Hati sebenarnya tidak tenang. Tapi
mau bagaimana lagi. Tidak ada uang yang bisa disisihkan untuk melunasi hutang
kartu kredit tersebut.
Nah, dari pengalaman itu. Saya ingin Astra Financial Servicer Bersama
lembaga-lembaga lain, merangkul orang-orang yang terlibat kredit macet.
Dampingi mereka. Beri mereka mentor untuk bangkit. Jangan hanya ketika mereka
jaya lembaga financial mendekati mereka. Tapi pada saat sulit merekapun harus
perhatikan. Bukan didatangkan debt kolektor untuk mengancam.
Selama ini financial service kurang melakukan pendekatan pada nasabah.
Tidak pernah saya melihat para nasabah dikumpulkan. Mereka yang mencicil dengan
baik tidak diberi reward. Marketer dan marketernya sajalah yang diperhatikan. Seperti saya singgung
di atas bahwa keberadaan financial service adalah hukum alam. Maka jatuh bangun
kemmpuan ekonomi seseorang juga merupakan hukum alam. Misalkan ketika saya
membuat kartu kredit, saya bekerja dengan posisi yang sudah nyaman dengan gaji
yang lebih dari cukup. Tapi kan saya tidak tahu ternyata ada regulasi-regulasi
baru dari pemerintah yang menyebabkan perusahaan tempat saya bekerja bangkrut.
Pasti dalam jangka waktu orang berhutang, mereka akan mengalami masa-masa sulit
tersebut. Di sini lah PR Astra Financial Service untuk merangkul mereka.
Andaikan customer
dikumpulkan dan diberi waktu sharing mana yang lancar dan mana yang macet
pembayarannya. Satu sama lain pasti akan saling terinspirasi. Maka yang muncul
bukanlah tantangan tapi peluang. Minimal sekali kita akan menambah saudara
pertemuan perkumpulan itu. Bukankah menyambung tali silaturahmi itu akan
memanjangkan umur dan melapangkan rezeki.