Kamis, 31 Oktober 2019

TANTANGAN KREDIT MACET JASA KEUANGAN DI INDONESIA


Seseorang bercerita betapa kecewanya beliau pada sebuah lembaga leasing yang debt kolektornya mendatangi rumah beliau dan mengancam istrinya karena beliau telat membayar cicilan mobil kreditannya. Istrinya sampai ketakutan dan trauma atas perlakuan kasar debt kolektor. Seorang ibu nangis-nangis minta bantuan ke tetangganya agar bisa membantunya melunasi hutangnya yang terus menumpuk pada bank keliling. Saya sendiri merasa kesal dan terganggu karena HP berdering terus  ditelponin perusahaan yang bergerak di bidang penjualan barang elektonik system kredit. Padahal yang membeli HP secara kredit itu kakak saya, bukan saya. Tapi begitu kakak saya menunggak, mengapa saya yang menjadi sasaran.

Sejuta cerita kekecewaan orang pada lembaga kredit. Tapi, apakah lembaga kredit itu berkurang jumlahnya. Jawabannya tidak. Lembaga perkreditan malah makin bertambah. Mereka punya marketer-marketer handal untuk menjaring customer. Dan masyarakat kelas menengah ke bawah membutuhkan lembaga kredit tersebut. Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, tentu akan sulit untuk memiliki barang-barang secara jika harus dibeli secara cash. Dengan penghasilan yang pas-pasan. Kehadiran lembaga kredit seperti sudah hukum alam membantu mereka memiliki barang-barang dengan cara menyicil.

Mahasiswa yang baru lulus dan mulai bekerja membutuhkan lembaga financing untuk membeli motor baru. Fresh graduate biasaya gajinya masih kecil. Mereka membutuhkan motor untuk menghemat biaya transportasi. Bagaimana caranya dengan gaji kecil tapi bisa memiliki motor, ya dengan membeli secara kredit. Lain lagi dengan keluarga-keluarga muda yang sudah memiliki 3 anak. Tidak mungkin mereka berpergian menggunakan motor. Sudah tidak muat dan membahayakan mereka. Mereka memerlukan mobil. Dimana dengan membeli mobil secara kredit. mereka juga bisa gunakan mobil itu untuk mencari penghasilan tambahan, yaitu dengan menjadi driver taxi online. Oleh karenanya masyarakat masih membutuhkan Astra Credit Companies, Federal International Finance, Toyota Astra Finance, Surya Artha Nusantara Finance, dan Komatsu Astra Finance,

Memang pada masyarakat Indonesia kini muncul fenomena hijrah masyarakat semakin religius. Mereka bersikap hati-hati terhadap hutang dan tidak mau terlibat riba. Lalu apakah itu akan membuat bisnis financial akan gulung tikar. Jawabannya tidak. Justru di sinilah  tantangannya. Bagaimana lembaga financial harus memasukan nilai-nilai atau hukum-hukum yang diatur oleh agama dalam hal jual beli kredit. Dalam agama saya, kebetulan saya beragama Islam. Jual beli secara kredit itu dibolehkan dan tidak haram asal ketentuannya diperhatikan. Seperti dalam perjanjiannya mengandung nilai keadilan dan keridhooan/kerelaan dari customer. Bisa lah financial astra service memformulasikan itu tanpa harus melabelkan lembaga finansial dengan embel-embel Syariah. Masyarakat juga tahu, perbedaan harga jual barang yang dibeli cash dan kredit dikarenakan ada time value of money. Wajar kalua harga barang kredit menjadi lebih mahal.

Saya rasa meskipun ekonomi dalam keadaan sulit, Astra akan terus berkembang. Apalagi, selain yang saya sebutkan di atas. Astra Financial Service memiliki lini usaha lainya, yaitu; Banking; PermataBank, GeneraI Insurance; Asuransi Astra, Life Insurance; Astra Life, Venture capital; Astra Ventura, Financial technology company; Astra Welab Digital Artha and Pension fund; Dana Pensiun Astra. Dapat saya bayangkan dari lingkaran perusahaan Astra sendiri saja, Astra Financial Service akan dapat bertahan. Apalagi jika mereka bisa mengambil nasabah dari luar lingkaran mereka.

Apasih tantangan terbesar penyedia jasa keuangan di Indonesia. Cuma satu jawabannya, yaitu kredit macet. Mungkin kemarin-kemarin sulit untuk menangani kredit macet. Tapi tidak dengan sekarang. Dengan masyarakat yagn semakin religious mereka lebih bertanggung jawab terhadap hutang. Karena mereka percaya hutang yang tidak dilunasi akan menjadi beban mereka di akhirat kelak.

Saya merukpan pelaku kredit macet. Di tahun kedua memiliki kartu kredit saya terkena dampak PHK. Masa-masa sulit itu benar-benar berat. Saya hanya punya penghasilan yang cukup untuk makan saja. Saya tidak bisa mencicil hutang kartu kredit. Email tagihan selalu dating. Hati sebenarnya tidak tenang. Tapi mau bagaimana lagi. Tidak ada uang yang bisa disisihkan untuk melunasi hutang kartu kredit tersebut.

Nah, dari pengalaman itu. Saya ingin Astra Financial Servicer Bersama lembaga-lembaga lain, merangkul orang-orang yang terlibat kredit macet. Dampingi mereka. Beri mereka mentor untuk bangkit. Jangan hanya ketika mereka jaya lembaga financial mendekati mereka. Tapi pada saat sulit merekapun harus perhatikan. Bukan didatangkan debt kolektor untuk mengancam.

Selama ini financial service kurang melakukan pendekatan pada nasabah. Tidak pernah saya melihat para nasabah dikumpulkan. Mereka yang mencicil dengan baik tidak diberi reward. Marketer dan marketernya sajalah yang diperhatikan.  Seperti saya singgung di atas bahwa keberadaan financial service adalah hukum alam. Maka jatuh bangun kemmpuan ekonomi seseorang juga merupakan hukum alam. Misalkan ketika saya membuat kartu kredit, saya bekerja dengan posisi yang sudah nyaman dengan gaji yang lebih dari cukup. Tapi kan saya tidak tahu ternyata ada regulasi-regulasi baru dari pemerintah yang menyebabkan perusahaan tempat saya bekerja bangkrut. Pasti dalam jangka waktu orang berhutang, mereka akan mengalami masa-masa sulit tersebut. Di sini lah PR Astra Financial Service untuk merangkul mereka.

Andaikan customer dikumpulkan dan diberi waktu sharing mana yang lancar dan mana yang macet pembayarannya. Satu sama lain pasti akan saling terinspirasi. Maka yang muncul bukanlah tantangan tapi peluang. Minimal sekali kita akan menambah saudara pertemuan perkumpulan itu. Bukankah menyambung tali silaturahmi itu akan memanjangkan umur dan melapangkan rezeki.

Jumat, 25 Oktober 2019

QRIS, MILLENIAL, DAN SAKIT GIGI


Tahun 2019 ini, Bank Indonesia gencar memperkenalkan ekonomi ditigal melalui kegiatan #feskabi. Festival Edukasi Bank Indonesia (FESKABI) melakukan sosialisasi pembayaran nontunai menggunakan QR Code yang dari kampus ke kampus di seluruh Indonesia. BI menyederhanakan pembayaran menggunakan QR Code dengan membuat sistem QRIS. Apa itu QRIS?

Bagi kita yang sudah terbiasa bertransaksi menggunakan saldo GoPay, DANA, dan OVO, pasti tahu kendala yang sering kita alamai, ketika ingin melakukan transaksi nontunai pada sebuah merchant atau outlet. Pemilik saldo GoPay hanya bias melakukan pembayaran non tunai pada merchant atau outlet yang menyediakan QR Code GoPay. Begitu juga dengan DANA dan OVO. Tapi masalahnya, tidak semua merchant atau outlet bekerjasama dengan semua aplikasi dana nontunai tersebut. Maka, ketika kita punya saldo GoPay sementara merchant atau outlet hanya bekerjasama dengan satu aplikasi yang berbeda, misalkan DANA. Berarti saldo GoPay kita akan sia-sia. Dan ujungnya kita butuh uang tunai. Ada sih solusinya, yaitu kita mengunduh semua aplikasi saldo nontunai dan menyetok saldo di aplikasi tersebut.  Tapi itu pun kurang praktis juga solusi itu. Kekurangannya, kita akan mengeluarkan uang lebih banyak ketika karena terkena biaya administrasi ketika membeli saldo masing-masing aplikasi.

Nah, menjawab permasalahan di atas, BI menciptakan Quick Respons Indonesian Standarad (QRIS) yang jadi pemersatu pembayaran nontunai konsumen ke merchant atau outlet. Jadi kita bisa membayar nontunai melalui saldo GoPay, DANA, OVO dan aplikasi manapun ke merchant atau outlet yang sudah memiliki QRIS. Sangat memudahkan konsumen dan merchant bukan?

Kalu sudah begini, generasi millenial akan lebih aman dari ancaman sakit gigi berlubang. Melakukan pembayaran memakai saldo nontunai pada merchant yang #pakaiQRstandar kita tidak perlu pusing menyiapkan uang pas pada transaksi-transaksi dengan kelipatan ratusan rupiah. Sudah tidak akan ada lagi, sisa pembayaran 100 sampai 1000 rupiah diganti permen oleh kasir merchant. Jadi mengurangi ancaman sakit gigi berlubang pada generasi millenial akibat makan permen. Ya kan…

Semangat UNGGUL yang diusung BI melalui sistem QRIS benar adanya dan bisa kita langsung rasakan sendiri manfaatnya. UNGGUL singkatan dari UNiversal (bisa dipakai siapa saja yang memiliki hp android), Gampang (Transaksi tinggal scan 1 QR Code pada merchant), Untung (Terbebas dari pembulatan harga) dan Langsung (Prosesnya cepat sehingga mendukung kelancaran perdagangan). Semua kepraktisan tersebut akhirnya akan memberikan rasa aman pada konsumen dan pedagan. Rasa aman merupakan kebutuhan dasar dari setiap individu. Namun, generasi millenial harus ingat, rasa aman tersebut jangan sampai membuat kita terlena dan terjebak menjadi pribadi yang konsumtif.

Generasi millenial yang terkenal kreatif harus bisa memanfaatkan kemudahan dari sistem QRIS ini untuk menciptakan peluang usaha baru. Tugas mereka untuk #gairahkanekonomi bangsa Indonesia. Generasi millenial yang berjiwa petualang, bisa membantu BI mensosialisasikan QRIS sambil mereka travelling ke pelosok-pelosok nusantara Indonesia. Dalam berpetualangan travelling pun mereka sebenarnya bisa mencari potensi-potensi suatu daerah untuk ditingkatkan nilai jualnya.

BI dan generasi millenial masih memiliki pekerjaan rumah dalam #majukanekonomiyuk. Bagaimana caranya setiap penduduk Indonesia yang sudah berusia 17 tahun ke  atas memiliki QRIS meski mereka tidak memiliki merchant atau outlet. Karena sekarang eranya jualan online sehingga para pelaku onlieshop juga terperhatikan. Dengan setiap pemilik KTP memiliki QRIS harapannya mereka akan terpancing untuk membuka usaha. Mengenai bagaimana sistemnya, biarlah menjadi tugas para pakar dari BI yang merumuskannya. Tugas kita sekarang adalah berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan kemudahan QRIS untuk melakukan kegiatan ekonomi. Sehingga perputaran uang menjadi merata ke seluruh nusantara, dan pada akhirnya cita-cita pendiri bangsa untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, adil ,dan makmur dapat tercapai.